Di Balik Mengetik 10 Jari

What's Up Bro?!


Hehehee... Waktunya nge-blog lagi nih...

Sebelumnya, biar nggak dibilang kayak pemusik-pemusik baru di Indonesia yang katanya banyak yang bertitel plagiator. Jadi, Bayu kasih tau dulu kalo postingan ini karya temen, namanya Junda. Dan selain udah minta izin ke beliau untuk ditulis di blog Bayu, beliau juga udah ngizinin Bayu buat boleh ngedit sedikit isinya biar sesuai, makanya Bayu masukin postingan ini ke kategori Opini, soalnya emang isinya opini Junda.
Langsung aja ahh...



Beberapa waktu yang telah lalu dan biarlah berlalu, gue jalan-jalan ke sebuah toko buku buat merampungkan target menguntil bulan ini yang baru 80%. NAH, (pake huruf kapital biar dramatis) di deretan buku-buku bertemakan komputer, gue ngeliat ada buku yang sepertinya ngajarin hal paling mendasar dalam penggunaan komputer, yaitu kegiatan memainkan jari di atas tuts keyboard atau yang biasa kita kenalan sebagai, ngetik. Di dalem buku itu ada satu bagian khusus yang ngebahas soal mengetik dengan teknik sepuluh jari, lengkap dengan sejarahnya, penemu tekniknya, tutorialnya, videonya, kasetnya, anaknya, serta blablabla...

Kini kita masuk di bagian seriusnya.

Dalam buku tersebut, dijelaskan faedahnya huruf-huruf alfabet yang sepintas terlihat diletakkan tidak beraturan pada keyboard. Mungkin anda pernah bertanya sendiri, kenapa huruf-huruf pada keyboard tidak disusun secara alfabetis saja. Bagi anda yang belum tahu, sebenarnya peletakkan huruf di keyboard tidak dilakukan dengan sembarangan. Tetapi dilakukan atas pertimbangan satu research khusus. Dan hasil dari research tersebut adalah kaidah qwerty, yang mana dari awal ditemukannya hingga hari ini, dan kemungkinan sangat besar masih akan terus dipakai di masa yang akan datang.

Kenapa dinamakan qwerty? Coba tengok sebentar keyboard anda, lihat huruf yang berjajar di sebelah kiri atas keyboard, dibawah tuts angka. Apa yang Anda baca? qwerty bukan?

Dalam rangka melatih teknik mengetik sepuluh jari dengan maksimal, kita harus tahu bahwa setiap jari memiliki tanggung-jawabnya masing-masing. Maksudnya begini, beberapa tuts ada yang menjadi jatah jari kelingking tangan kanan, ada yang jari manis tangan kanan, telunjuk tangan kiri, dan semacamnya hingga seluruh jari tangan mendapatkan jatah tanggung jawabnya masing-masing. Dan tentu saja ini tidak bersifat mutlak, ada kalanya beberapa orang mengubah jatah tiap jari tersebut sesuai dengan kenyamanannya masing-masing. Namun yang dipaparkan dalam buku tersebut adalah yang umum digunakan.

Selagi membaca bagian tersebut, saya agak lama mencernanya, karena baru sadar bahwa dengan memberikan setiap jari tanggung jawabnya masing-masing, maka kita bisa mendapatkan teknik mengetik sepuluh jari dengan mudah. Dan keuntungannya, berarti kita akan menghemat banyak waktu ketika mengetik, karena kita tidak perlu lagi mencari-cari letak tiap huruf pada tuts di keyboard. Bukan begitu?

Ini membuat saya berandai-andai. Andai saja dalam sebuah lembaga, seorang pimpinan dengan jelinya menempatkan seseorang pada sebuah posisi. Dan dalam posisi tersebut, dia diberi tanggungjawab yang tepat dan sesuai. Maka tugas yang dikerjakannya akan lebih baik pengerjaanya. Baik itu secara kualitas, maupun kuantitas dari tugas tersebut. Ini memberikan saya pemikiran bahwa memilih orang yang cocok untuk suatu posisi, dan tugas yang cocok juga untuk dikerjakannya, akan membawa kita pada hasil yang lebih baik. Seringkali, (entah sadar atau tidak) kita memberikan kepercayaan tugas kepada seseorang, padahal itu bukan menjadi keahliannya, atau orang itu tidak menyukai tugas tersebut. Itu fatal, karena hasilnya, baik kualitas maupun kuantitas, akan kurang baik.

Apabila sulit untuk mencari orang yang ahli, maka menurut saya, berikan saja tugas itu kepada orang yang menyukai tugas tersebut, walaupun sebenarnya dia kurang ahli dalam persoalan tugas tersebut. itu sudah termasuk dalam kategori cocok saya. Karena sesuatu yang disukai, akan dilakukan dengan beban yang terasa ringan. Jika hasil yang didapat orang tersebut kurang maksimal, maka itu adalah kemajuan baginya. (Lho? Kenapa begitu?). Maksud saya, karena dia menyukai hal itu, dia tidak akan membiarkan hasilnya kurang baik. Dia akan dengan senang hati mempelajari bagaimana menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Dan itu akan memberinya pelajaran untuk melakukan tugas itu dengan baik lain kali.

Itu hanya pandangan subjektif saya, karena definisi cocok kita berbeda-beda bukan? Seperti teknik mengetik sepuluh jari itu, setiap orang mungkin saja memberikan jatah huruf-huruf pada keyboard sesuai dengan yang dia rasa nyaman. Apabila anda kurang nyaman dengan definisi saya, tidak ada salahnya mencari definisi lain.Yang jelas saya hanya ingin memberikan satu kata kunci. Cocok. Apabila kita telah menempatkan orang yang cocok pada tiap posisinya, lalu diberi tugas yang cocok pula, maka kita tinggal lihat progress akhirnya, mungkin saja bisa lebih baik dari yang kita harapkan. Hanya Allah SWT yang tahu, kita hanya bisa berusaha.

1 comments:

Just A Single Fighter said...

Wah, sebuah analogi yang bagus, Bung.
Kirain bkalan dijelasin tentang mengetik 10 jari-nya..T_T

Post a Comment